- Back to Home »
- News »
- 1 Syawal 1433 H Jatuh Pada Tanggal 19 Agustus 2012
Kamis, 16 Agustus 2012
Hari Raya Idul Fitri sudah didepan mata. Akankah Pemerintah dan Muhammadiyah tahun ini berbeda lagi dalam penentuan 1 syawal ?
Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1433 H jatuh pada hari Ahad, 19 Agustus
2012. Penetapan tersebut merupakan hasil hisab wujudul hilal yang
dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
"Pada tanggal 19 Agustus hari Ahad Kliwon itu kami menginstruksikan
kepada warga Muhammadiyah dan mengajak umat Islam umumnya untuk
menunaikan shalat Idul Fitri," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr
H. Agung Danarto kepada wartawan di kantor Jl Cik Ditiro Yogyakarta,
beberapa waktu lalu (10/8/2012).
Agung mengatakan dasar perhitungan Muhammadiyah bahwa ijtimak jelang
Syawal 1433 H terjadi pada hari Jumat Pon 17 Agustus 2012 pukul 22:55:50
WIB. Tinggi bulan pada saat terbenamnya matahari di Yogyakarta, -7
derajat 48' = 110 derajat 21' BT adalah -04 derajat 37' 51" hilal belum
wujud.
"Di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenamnya matahari tersebut
bulan berada di bawah ufuk," kata Agung didampingi Ketua dan Wakil
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Prof Dr Syamsul Anwar dan Oman
Fathurohman.
Syamsul menambahkan penggunaan metode hisab untuk menentukan awal
bulan Kamariah terutama awal puasa, 1 Syawal dan Idul Adha merupakan
salah satu wujud apresiasi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
ilmu falak dan ilmu hisab.
Hisab lebih menjamin kepastian dan akurasinya dapat
dipertanggungjawabkan karena batas-batasnya dapat diketahui dengan
jelas. Sedangkan rukyat tidak bisa memberi kepastian.
"Untuk menentukan 1 Ramadan misalnya, harus menunggu H-1. Namun
dengan hisab bisa jauh-jauh hari, 1 tahun, 10 tahun hingga 100 tahun
sudah diketahui. Muhammadiyah menggunakan hisab," kata Syamsul.
Syamsul menegaskan hisab merupakan salah satu upaya kontekstualisasi.
Rukyat pada zaman Nabi Muhammad tidak ada masalah karena umat Islam
hanya ada di Jazirah Arab. Namun saat ini umat Islam sudah menyebar dan
mendunia.
Menurutnya dengan hisab kita bisa memperkecil perbedaan. Metode hisab
untuk menentukan awal bulan kamariah ini ikut mendorong terwujudnya
kalender Islam internasional. "Masalah pelaksanaan waktu puasa di Arafah
yang selama ini belum dapat diatasi dapat segera terselesaikan,"
katanya.
Mengenai keputusan tidak mengikuti sidang isbat saat menentukan awal
puasa, dia menambahkan hal itu merupakan keputusan sidang pleno PP
Muhammadiyah tahun sebelumnya.
"Pertimbangannya praktis saja karena Muhammadiyah sudah bisa
menentukan sebelumnya," pungkas Syamsul diamini Ketua PP Muhammadiyah
Haedar Nashir.
Sumber : VoA-Islam.com Desastian/dbs